Post by : Outbound Malang
Ia-lah yang menjadikankamu khalifah di atas bumi. Maka barangsiapa yang ingkar, keingkarannya membalik kepada dirinya sendiri. dan kekafiran mereka hanya menambah kebencian Tuhannya kepada orang yang kafir. Kekafiran mereka hanya menambah kerugian (mereka sendiri).
- Q.S. 35 Surat Faathir (Pencipta) Ayat 39 -
Seorang yang memiliki integritas tinggi adalah orang-orang yang dengan penuh keberanian dan berusaha tanpa kenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang ia cita-citakan. Cita-cita yang dimilikinya itu mampu mendorong dirinya untuk tetap konsisten dengan langkahnya. Ketika anda mencapai tingkat ini, maka orang lain akan melihat bagaimana aspek ‘mulkiyah’ yaitu komitmen anda, sehingga orang kemudian akan menilai dan memutuskan untuk mengikuti atau tidak mengikuti anda. Integritas akan membuat anda dipercaya, dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Dan kemudian tercipta sebuah kelompok yang memiliki kesamaan tujuan. Inilah tangga kedua kepemimpinan, setelah mencapai landasan sebagai pemimpin yang dicintai maka tingkat kedua adalah integritas yang menciptakan kepercayaan.
Integritas adalah sebuah kejujuran. Integritas tidak pernah berbohong dan integritas adalah kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan yang menghasilkan kepercayaan. Ketika pertama kali Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT dia merasa bingung, “siapa yang akan kuajak? Dan siapa pula yang akan mendengarkan?” — Sudah sewajarnya apabila Khadijah percaya kepadanya. Ia sudah mengenalnya benar. Selama hidupnya laki-laki itu selalu jujur. Lalu Khadijah menyatakan beriman atas kenabiannya itu. Inilah hadiah sebuah kepercayaan dari orang lain yang diperoleh karena sikap jujur Nabi Muhammad SAW, yang dijuluki ‘Al Amin’ itu, saat itu dia memperoleh seorang pengikut.
Nabi Muhammad SAW menghadapai tantangan yang sangat berat ketika pertama kali harus meluruskan akhlak Quraisy. Tahu benar ia, betapa kerasnya mereka itu. Dan betapa pula kuatnya mereka berpegang kepada berhala yang disembah-sembah nenek-moyang mereka itu.
Di sinilah dibutuhkan suatu keberanian dan pengorbanan untuk mampu menegakkan kebenaran dan menciptakan suatu perubahan. Dia sungguh-sungguh melakukannya, dan berani menannggung segala resikonya. Keberanian ini pula yang membangun kepercayaan dari pengikutnya kelak.
Lalu Muhhamad pun mengundang makan keluarga-keluarganya itu ke rumahanya, dicobanya berbicara dengan mereka dan mengajak mereka kepada jalan Allah. Tetapi Abu Thalib, pamannya, lalu menyetop pembicaraanya itu. Ia mengajak orang-orang pergi untuk meninggalkan tempat itu. Keesokan harinya, sekali lagi, Muhammad mengundang mereka: “Siapa di antara kamu ini yang mau mendukungku dalam hal ini?” Mereka semua menolak. Hanya seorang anak kecil yang bangkit, “Rasulullah, saya akan membantumu, saya akan lawan siapa saja yang kau tentang.” Dia adalah Ali bin Abi Thalib. Ini adalah sebuah contoh konsistensi dari perjuangannya yang tidak pernah mengenal putus asa dan di sinilah letak persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin yang dapat dipercaya.
Nabi Muhammad dengan terang-terangan mencela berhala kaum Quraisy. Pemuka-pemuka bangsawan kaum Quraisy dengan diketuai oleh Abu Sofyan bin Harb pergi menemui Abu Thalib (paman yang melindungi Nabi Muhammad SAW). “Abu Thalib”, kata mereka, “Kemenakanmu sudah memaki berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan kita — Soalnya sekarang harus kau hentikan dia; kalau tidak, biarlah kami sendiri yang akan menghadapinya.” — kemudian dimintanya Muhammad datang (oleh Abu Thalib) dan diceritakannya maksud seruan Quraisy. Lalu katanya (Abu Thalib): “Jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan aku dibebani dengan hal-hal yang tak dapat kupikul.” — Dengan jiwa penuh kekuatan dan kemauan, ia menoleh kepada pamannya seraya berkata:
“Paman, demi allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tigas ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan, biar nanti Allah yang membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya.”
Inilah contoh seorang pemimpin sejati, pemimpin yang memiliki prinsip. Dan prinsip inilah yang akan menciptakan kepercayaan dan pengaruh yang luar biasa dari pengikutnya kelak.
Pernah suatu saat Utbah berbicara kepada Nabi Muhammad SAW, orang Quraisy ini menawarkan harta, pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja. Muhammad menjawab dengan membacakan surat As Sajadah, Utbah diam mendengar kata-kata yang begitu indah:
“Alif Laam Miim.
Turunnya al Qur’an yang tidak ada keraguan padanya, dan Tuhan semesta alam. Tetapi mengapa mereka mengatakan: “Dia Muhamnmad mengada-ngadakannya.”
Sebenarnya Al Qur’an itu adalah kebenaran dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; Mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk.” (Surat As Sajadah ayat 1,2,3).
Dilihatnya sekarang yang berdiri dihadapannya itu bukanlah laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerjaan—melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik dengan kata-kata yang penuh mukjizat. Inilah contoh pemimpin yang bisa dipercaya, ia memegang teguh prinsip, tidak tergoda oleh rayuan harta atau kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik kepercayaan yang telah diperolehnya dari para pengikutnya. Bahkan Nabi Muhammad SAW mampu menolak tawaran tersebut dengan cara yang sangat mempesona. Inilah contoh-contoh dari tangga kedua seorang pemimpin, sebuah integritas.
Kami utus para Rasul-rasul, semata-mata untuk menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan. Maka barangsiapa yang beriman, dan memperbaiki diri, tiada mereka perlu dikhawatirkan, dan tiada mereka berduka cita.
- Q.S. 6 Surat Al An’aam (Binatang Ternak) Ayat 48 -